Bila pemerintah yang dihasilkan oleh pemilu 2014 tidak
berdasarkan UUD 45, TNI dapat melaksanakan kudeta konstitusional, yaitu
kudeta yang diperintahkan oleh UUD.
JAKARTA, Jaringnews.com - Kekacauan atau chaos
dapat saja muncul, apabila ada pihak-pihak yang tidak dapat menerima
kekalahan yang dialami dalam Pemilu Legislatif (Pileg) maupun Pemilu
Presiden (Pilpres). Apalagi, Mahkamah Konstitusi pada 23 Januari lalu
telah memutuskan bahwa Undang-Undang No. 42/2008 tentang Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Hal ini dapat digunakan sebagai
alasan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan kekacauan.
Pada saat demikian, TNI boleh, bahkan harus bertindak melakukan kudeta
konstitusional untuk mengembalikan negara kepada UUD 1945. Kalau proses
Pemilu bertentangan dgn UUD 45, adalah kewajiban TNI untuk
mengembalikannya kepada UUD 45. Karena setiap anggota TNI telah
bersumpah bahwa dia hanya akan patuh dan taat kepada negara yang
berdasarkan UUD 45. Demikian pula pada pasal 7 ayat 1 UU no 34 thn 2004
tentang TNI sangat jelas tertulis bahwa TNI akan menjaga keselamatan
negara RI yang berdasarkan UUD 45.
Ini adalah pendapat Laksda (Purn) TNI Soleman B. Ponto, yang selama beberapa bulan terakhir disampaikan melalui sejumlah tulisan di media massa.
Tulisan-tulisan itu telah mendapat tanggapan yang luas termasuk dari
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jimly Asshiddiqie.
Jimly bahkan mengakui telah menghubungi Panglima TNI untuk mengetahui
sejauh mana relevansi pandangan-pandangan kritis Ponto ini.
Ponto, lahir di Sangir, 6 November 1955. Perwira TNI AL ini
menghabiskan sebagian besar kariernya di dunia intelijen, termasuk
dengan menjadi atase pertahanan di sejumlah negara. Sebelum pensiun dari
TNI, ia tercatat sebagai Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) hingga
September 2013. Ia termasuk perwira yang rajin menuliskan
pemikiran-pemikirannya. Salah satu buku karyanya, TNI dan Perdamaian di Aceh, Catatan 880 Hari Pra dan Pasca-MOU Helsinki,
terbit akhir tahun lalu, yang merupakan catatan-catatannya sebagai
perwira TNI dalam turut mengelola perdamaian di Serambi Mekkah itu.
Untuk menggali lebih jauh hasil olah pikirnya di sekitar potensi
kekacauan pasca Pemilu, serta untuk mengetahui lebih dalam gagasan pria
yang di masa remaja dekat dengan Alm Mohammad Hatta (wapres pertama RI)
di sekitar peran TNI dalam politik di Indonesia, wartawan Jaringnews
Eben Ezer Siadari berkesempatan mewawancarai Ponto di sebuah tempat di
Jakarta (19/4). Berikut ini petikan wawancara tersebut.
Jaringnews: Boleh kami tahu mengapa Anda demikian intens
dalam menyoroti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU No
48 tahun 2008 bertentangan dengan UUD 1945? Apa sesungguhnya yang
menjadi concern Anda?
Laksda (Purn) TNI Soleman B. Ponto: Yang menjadi
concern saya adalah akibat dari adanya keputusan MK tersebut. Bila
keputusan itu (Pemilu tidak serentak) dijalankan, maka siapapun yang
menang dalam pilpres dapat dianggap inkonstitusionil atau tidak
berdasarkan UUD 45.
Maksudnya?
Pada 23 Januari 2014 Mahkamah Konstitusi (MK) telah melaksanakan
tugasnya dengan baik dengan memutuskan bahwa Pertama, Undang-Undang No.
42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden bertentangan
dengan Undang-undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat.
Kedua, amar putusan tersebut berlaku untuk penyelenggaraan pemilihan umum tahun 2019 dan pemilihan umum seterusnya.
Bila kedua putusan itu dihadapkan kepada kewenangan MK yang diberikan
oleh UUD 45, sangat terlihat bahwa keputusan pertama, yaitu
Undang-Undang No. 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, merupakan hasil pengujian
Undang-Undang No. 42/2008 terhadap UUD 45. Akan tetapi keputusan kedua,
yaitu Amar putusan tersebut berlaku untuk penyelenggaraan pemilihan umum
tahun 2019 dan pemilihan umum seterusnya., yang merupakan penentuan
waktu berlakunya sebuah Undang-undang, tidak ditemukan dalam kewenangan
MK.
Artinya?
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa MK berwenang, pertama,
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.
Kedua, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar.
Ketiga, memutus pembubaran partai politik, dan keempat memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Pasal 10 ayat (1) UU no 24 tahun 2003 tentang MK menyatakan bahwa MK
berwenang, pertama, mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar.
Kedua, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Ketiga, memutus pembubaran partai
politik, dan keempat memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Pasal 47 UU no 24 th 2003 ttg Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa
Putusan MK memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan
didalam sidang pleno terbuka untuk umum.
Artinya keputusannya tentang pemilu serentak harus segera dijalankan,
tidak boleh ditunda sampai tahun 2019. Karena MK telah memutuskan bahwa
pemilu yg tidak serentak itu bertentangan dengan UUD45 dan tidak
memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dalam sejumlah tulisan Anda di media massa, Anda
mengemukakan kemungkinan TNI melakukan kudeta konstitusional apabila
keputusan MK menimbulkan kevakuman kekuasaan. Dapat Anda jelaskan?
Akibat dari Putusan MK itu bukan karena kevakuman kekuasaan yang
menjadi masalahnya, tetapi karena bertentangan dengan UUD 45 yang
menjadi masalah utama. Kalau bertentangan dgn UUD 45, adalah kewajiban
TNI untuk mengembalikannya kepada UUD 45. Karena setiap anggota TNI
telah bersumpah bahwa dia hanya akan patuh dan taat kepada negara yang
berdasarkan UUD 45.
Demikian pula pada pasal 7 ayat 1 UU no 34 thn 2004 tentang TNI sangat
jelas tertulis bahwa TNI akan menjaga keselamatan negara RI yang
berdasarkan UUD 45.
Karena itu bila pemerintah yang dihasilkan oleh pemilu 2014 tidak
berdasarkan UUD 45, adalah kewajiban TNI untuk mengembalikannya kepada
UUD 45. Itulah maksud saya sehingga TNI dapat melaksanakan kudeta
konstitusional, yaitu kudeta yang diperintahkan oleh UUD.
Dalam sumpah prajurit dihadapan Tuhan dinyatakan bahwa setiap anggota
TNI akan setia kepada pemerintah yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD
1945 serta tunduk kepada hukum. Pasal 7 ayat 2 UU No. 34 tahun 2004
tentang TNI menyebutkan, “Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan
negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap
keutuhan bangsa dan negara”.
Seberapa besar kemungkinan hal-hal mengkhawatirkan ini dapat muncul?
Setiap saat dapat saja muncul. Apalagi kalau terjadi kekacauan sebagai
akibat dari adanya pihak-pihak yang tidak dapat menerima kekalahan yang
dialami dalam pileg maupun dalam pilpres.
Boleh kami tahu dari mana saja sumber informasi bapak dalam menganalisis hal ini?
Sumbernya semua berasal dari putusan-putusan MK serta pasal-pasal yang
ada dalam UUD45, UU no 34 thn 2004 ttg TNI, UU no 3 tahun 2002 ttg
Pertahanan Negara dan UU no 24 tahun 2003 ttg Mahkamah Konstitusi.
Boleh kami tahu sudah sejauh mana hal ini ada diskusikan/bicarakan kepada pihak2 yang terkait?
Saya kan sudah purnawirawan, jadi yang bisa saya lakukan hanya menulis disurat kabar saja.
Dalam tulisan Anda yang terakhir di Koran Tempo, Anda
menyampaikan sejumlah saran kepada Pemerintah untuk mengantisipasi
kemungkinan terburuk. Bisa Anda elaborasi lagi?
Ya seperti yang sudah saya tulis itulah. Detilnya tergantung pemerintah untuk menindak lanjutinya.
Apakah Anda tidak takut dianggap menyebarkan ketakutan dengan analisis-analisis yang suram ini?
Ah, saya tidak merasa menyebar ketakutan, tetapi hanya menyajikan fakta yang terdapat dalam aturan perundang-undangan kita.
Dewasa ini situasi politik Indonesia cukup memanas. Banyak
purnawirawan TNI yang berbicara dan menyampaikan aspirasi. Apa pendapat
Anda?
Untuk menyampaikan aspirasi itu adalah hak setiap warga negara dan
negara sudah menyiapkan saluran untuk menyampaikan aspirasinya. Dukungan
purnawirawan terhadap partai tertentu sama saja dengan dukungan warga
negara yang lain. Tidak ada hal yang istimewa. Sama saja dengan
deklarasi dukungan ILUNI, atau deklarasi dukungan lulusan mahasiswa ITB
kepada salah satu capres baru baru ini.
Sejauh mana peran elit militer dalam perpolitikan Indonesia menurut Anda?
Militer aktif dilarang berpolitik, dan tidak menggunakan haknya untuk
memilih dan dipilih. Karena itu militer aktif tidak memiliki pengaruh
dalam dunia politik di indonesia.
Dalam Pemilu kali ini, siapa atau koalisi seperti apa yang menurut Anda ideal bagi Indonesia?
Koalisi yang ideal adalah koalisi yang menggambarkan kebhinekaan Indonesia yang indah seperti pelangi.
0 komentar:
Posting Komentar