Menteri
Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan tidak perlu dibentuk Dewan
Kehormatan Militer untuk kasus LP Cebongan, Yogyakarta.
Menteri
Pertahanan Indonesia Purnomo Yusgiantoro menyatakan kasus LP Cebongan
bukan pelanggaran HAM karena tidak ada perintah dari pimpinan. (Foto:
dok).
11.04.2013
JAKARTA — Menteri Pertahanan Purnomo
Yusgiantoro dalam keterangan pers di kantor kementerian Pertahanan,
Kamis sore (11/4) mengatakan kasus penembakan terhadap empat orang
tahanan oleh anggota Kopassus di LP Cebongan, Yogyakarta, bukanlah
pelanggaran HAM karena tidak ada perintah dari pimpinan.
Menurut Menhan, peristiwa bisa dianggap sebagai pelanggaran HAM apabila ada kebijakan dari pimpinan untuk melakukan tindakan tersebut. Untuk itu Dewan Kehormatan Militer tidak perlu dibentuk.
Sebelumnya, Tim Investigasi TNI Angkatan Darat mengatakan sebelas anggota Kopassus Grup 2 Kartosuro terlibat pembunuhan empat tahanan di LP Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Aksi penyerangan ini didasari atas semangat membela rekan mereka, Serka Heru Santoso, yang tewas karena tindakan empat tahanan tersebut.
Menteri Pertahanan juga menegaskan bahwa sebelas anggota oknum Kopassus itu akan disidangkan secara terbuka di Peradilan Militer. Meski demikian, Purnomo menjamin bahwa peradilan militer terhadap sebelas anggota Kopassus itu akan digelar secara transparan.
"Ini adalah bukan pelanggaran HAM. Tidak ada kebijakan dari pimpinan di dalam peristiwa Cebongan, dan itu bukan peristiwa yang genoside. Jadi ini aksi spontanitas dari 11 anggota TNI," kata Purnomo Yusgiantoro. "Tidak ada sistematika yang dilakukan oleh pimpinan untuk melakukan kegiatan pidana ini. Jadi kami mengambil sikap untuk kemudian diadakan Undang-undang Pengadilan HAM," lanjutnya.
Direktur Eksekutif The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) Poengky Indarti mengatakan kasus penembakan yang dilakukan oleh 11 anggota Kopassus merupakan pelanggaran HAM, pasalnya mereka telah sewenang-wenang menghabisi nyawa orang lain.
Tetapi apakah tindakan tersebut merupakan pelanggaran HAM berat atau bukan lanjut Poengky itu adalah tugas Komnas HAM untuk membuktikannya.
"Mereka adalah aparat negara, kemudian apa yang dilakukan mereka? Menghabisi nyawa secara sewenang-wenang itu sudah masuk pelanggaran HAM," kata
Poengky Indarti. "Seharusnya mereka yang ditahan itu mendapatkan perlindungan, nyawanya tidak terancam seperti itu. Ini kan juga masuk kategori negara gagal atau lalai dalam menjamin keselamatan tahanan, ini juga masuk ke dalam pelanggaran HAM seharusnya," papar Poengky.
Poengky juga menyesali kesebelas anggota Kopassus itu akan dibawa ke pengadilan militer dan bukan peradilan sipil. Menurutnya belum pernah ada kasus yang pelakunya dihukum berat, kecuali aparat militer yang membunuh atasannya seperti yang terjadi di Malang beberapa waktu lalu.
"Untuk kasus-kasus lain misalnya kasus di Papua, penyiksaan yang dilakukan oleh Batalyon 753 di Tinggi Nambut itu, aparatnya hanya dihukum delapan hingga 10 bulan," jelas Poengky Indarti . "Pasal yang didakwakan pasal insubordinasi jadi pasal pembunuhannya tidak dimasukan. Banyak reduksi disana sini, makanya kita tidak percaya (pada pengadilan militer", tandasnya.
Menurut Menhan, peristiwa bisa dianggap sebagai pelanggaran HAM apabila ada kebijakan dari pimpinan untuk melakukan tindakan tersebut. Untuk itu Dewan Kehormatan Militer tidak perlu dibentuk.
Sebelumnya, Tim Investigasi TNI Angkatan Darat mengatakan sebelas anggota Kopassus Grup 2 Kartosuro terlibat pembunuhan empat tahanan di LP Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Aksi penyerangan ini didasari atas semangat membela rekan mereka, Serka Heru Santoso, yang tewas karena tindakan empat tahanan tersebut.
Menteri Pertahanan juga menegaskan bahwa sebelas anggota oknum Kopassus itu akan disidangkan secara terbuka di Peradilan Militer. Meski demikian, Purnomo menjamin bahwa peradilan militer terhadap sebelas anggota Kopassus itu akan digelar secara transparan.
"Ini adalah bukan pelanggaran HAM. Tidak ada kebijakan dari pimpinan di dalam peristiwa Cebongan, dan itu bukan peristiwa yang genoside. Jadi ini aksi spontanitas dari 11 anggota TNI," kata Purnomo Yusgiantoro. "Tidak ada sistematika yang dilakukan oleh pimpinan untuk melakukan kegiatan pidana ini. Jadi kami mengambil sikap untuk kemudian diadakan Undang-undang Pengadilan HAM," lanjutnya.
Direktur Eksekutif The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) Poengky Indarti mengatakan kasus penembakan yang dilakukan oleh 11 anggota Kopassus merupakan pelanggaran HAM, pasalnya mereka telah sewenang-wenang menghabisi nyawa orang lain.
Tetapi apakah tindakan tersebut merupakan pelanggaran HAM berat atau bukan lanjut Poengky itu adalah tugas Komnas HAM untuk membuktikannya.
"Mereka adalah aparat negara, kemudian apa yang dilakukan mereka? Menghabisi nyawa secara sewenang-wenang itu sudah masuk pelanggaran HAM," kata
Poengky Indarti. "Seharusnya mereka yang ditahan itu mendapatkan perlindungan, nyawanya tidak terancam seperti itu. Ini kan juga masuk kategori negara gagal atau lalai dalam menjamin keselamatan tahanan, ini juga masuk ke dalam pelanggaran HAM seharusnya," papar Poengky.
Poengky juga menyesali kesebelas anggota Kopassus itu akan dibawa ke pengadilan militer dan bukan peradilan sipil. Menurutnya belum pernah ada kasus yang pelakunya dihukum berat, kecuali aparat militer yang membunuh atasannya seperti yang terjadi di Malang beberapa waktu lalu.
"Untuk kasus-kasus lain misalnya kasus di Papua, penyiksaan yang dilakukan oleh Batalyon 753 di Tinggi Nambut itu, aparatnya hanya dihukum delapan hingga 10 bulan," jelas Poengky Indarti . "Pasal yang didakwakan pasal insubordinasi jadi pasal pembunuhannya tidak dimasukan. Banyak reduksi disana sini, makanya kita tidak percaya (pada pengadilan militer", tandasnya.
Sumber : VOA Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar