Penelitian ini untuk mendeskripsikan jenis-jenis kacapi sebagai kesenian khas Sunda. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskripsif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada macam-macam kacapi Sunda, yakni Kacapi Perahu, Kacapi Siter dan Kacapi Ritmik. Masing-masing kacapi memiliki fungsi seni, tergantung tempat dan waktu dimainkannya. Ada juga kacapi
yang berfungsi sebagai hiburan. Kebanyakan kecapi dimainkan bersamaan
yakni yang berfungsi sebagai melodi dan iringan. Yang termasuk kecapi
ini adalah Kacapi Calempungan dan Wanda Anyar. Jenis kacapi lainnya adalah Kacapi Suling. Wanda Anyar merupakan perkembangan kecapi. Ini dapat dilihat dari pengemangan teknik dan komposisi.
1. kacapi suling - cahya sumirat
2. kacapi suling - dareuda
3. kacapi suling - duriat teu sarasa
4. kacapi suling - jeruk manis
5. kacapi suling - karanginan
6. kacapi suling - kembang tanjung
7. kacapi suling - kulu-kulu panglamunan
8. kacapi suling - kulu-kulu sadunya
9. kacapi suling - matak naon
10.kacapi suling - nalangsa
11.kacapi suling - nyawang asih
12.kacapi suling - nyoreang katukang
13.kacapi suling - pageuh tekad
14.kacapi suling - pangandaran
15.kacapi suling - parikesit
16.kacapi suling - peuting panglamunan
17.kacapi suling - sekar arum
18.kacapi suling - sekar manis
19.kacapi suling - sengot
20.rajah galunggung
21.rajah karuhun
22.rajah-cikurai
2. kacapi suling - dareuda
3. kacapi suling - duriat teu sarasa
4. kacapi suling - jeruk manis
5. kacapi suling - karanginan
6. kacapi suling - kembang tanjung
7. kacapi suling - kulu-kulu panglamunan
8. kacapi suling - kulu-kulu sadunya
9. kacapi suling - matak naon
10.kacapi suling - nalangsa
11.kacapi suling - nyawang asih
12.kacapi suling - nyoreang katukang
13.kacapi suling - pageuh tekad
14.kacapi suling - pangandaran
15.kacapi suling - parikesit
16.kacapi suling - peuting panglamunan
17.kacapi suling - sekar arum
18.kacapi suling - sekar manis
19.kacapi suling - sengot
20.rajah galunggung
21.rajah karuhun
22.rajah-cikurai
Kecapian merupakan bentuk kesenian yang menggunakan kecapi sebagaiwaditra utama. Di Majalengka tumbuh berbagai ragam bentuk bentuk seni kecapian, antara lain Kecapi Suling, Kecapi Cemplungan, Kecapi Jejaka Sunda, Kecapi Pantun, dan Kecapi Kalaborasi. Berikut disajikan deskripsi tentang keenam ragam seni kecapian tersebut.
1. Kecapi Suling
Kecapi suling yang berkembang di Majalengka terdiri atas Kecapi tembang dan Kecapi Kawih.- Kecapi Tembang
Kecapi suling merupakan bentuk kesenian yang memadukan waditra suling. Fungsi kecapi dan suling pada kesenian ini adalah sebagai pengiring lagu-lagu berbentuk tembang dan kawih.
Seni kecapi suling yang mengiringi tembang dikenal dengan Tembang Sunda. Pada kesenian ini, terdapat dua buah kecapi
sebagai pengiring, yaitu kecapi indung dan kecapi rincik. Biasanya
kecapi indung disebut juga kecapi perahu sebab bentuknya seperti perahu.
Kadang-kadang disebut jugakecapi gelung karena pada kedua ujungnya
berbentuk gelung wayang (mahkota). Jumlah kecapi indung ada 18 yang
terbuat dari bahan kuningan. Sedangkan suling yang dipergunakan dalam
tembang sundaadalah suling berlubang enam yang dapat berfungsi
menghasilkan beberapa laras, seperti pelog, madenda (sorog), dan
salendro. Khusus untuk tembang yang berlaras salendro biasanya rebab
digunakan untuk menggantikan fungsi suling.
Pemain kecapi suling pada tembang sunda terdiri atas seorang pemain
kecapi indung, seorang pemain kecapi rincik, seorang peniup suling, dan
juru mamaos baik wanita maupun pria. Lagu-lagu atau tembang yang
dibawakan dalam tembang sundaterdiri atas empat golonganlagu, yaitu
Rarancagan, Papantunan, dedegungan, dan Jejemplangan. Keempat golongan
lagu itu termasuk kedalam sekar irama merdika yaitu lagu yang tidak
terikat birama. Untuk melangkapi penyajian tembang irama merdika
tersebut, biasanya disajikan penambih (lagu tambahan) berupa kawih.
Kawih yang disajikan sebagai penambih ini berbentuk sekar tandak, yaitu
lagu yang terikat birama, sehingga iringannya terdengar beraturan.
Para pemain kecapi seling tembang sunda berpakaian taqwa dengan warna
seragam, memakai bendo, dan berkain panjang. Sedangkan juru mamaos
wanita mengenakan kebaya dengan sanggul dan hiasan lainnya.
Di Majalengka tembang sunda dikembangkan oleh para seniman yang
pernah mendapat pendidikan tembang sunda dari daerah periangan, baik
melalui penataran atau pelatihan, maupun melalui pendidikan sekolah (SMK
dan STSI). Tokoh-tokoh seniman yang berjasa mengembangkan tembang sunda
diwilayah Majalengka antara lain Samsuri, E. Kusnadi, Oyo Suharja, Amin
Choeruman, dan Soni Supriatna. Walaupun tidak melalui pendidikan
khusus, di majalengka lahir beberapa orang juru mamaos wanita yang turut
meramaikan khasanah tembang sunda, antara lain Titin Supartini, Tati,
Lia Marliani, dll.
2. Kecapi Kawih
Kawih adalah bentuk karawitan sekar (vokal) yang terikat oleh birama
atau ketukan. Kecapi untuk mengiringi kawih berbeda dengan kecapi
pengiring tembang. Kecapi yang digunakan untuk mengiringi kawih ini
adalah kecapi siter dengan julah kawat 20. Biasanya menggunakan satu
atau dua buah kecapi. Jjika menggunakan dua buah kecapi, salah satu di
antaranya berfungsi sebagai kecapi indung dan yang lainnya sebagai
rincik. Suling pada kecapi kawih ini berfungsi sebagai lilitan lagu yang
kadang-kadang tempatnya digantikan oleh rebab sesuai dengan kebutuhan
lagu. Vokalis pada kesenian ini disebut juru sekar atau juru kawih.
Kesenian ini biasanya tampil menghibur dalam berbagai acara, baik
acara seremonial biasa maupun acara-acara hajatan. Hingga saat ini
dikenal beberapa pelaku seni kecapi kawih yang andal di Majalengka, di
antaranya E. Kusnadi, Oyo suharja, Wasman Rukmana, Daryono, Risnandar,
Soni Supriatna (suling dan rebab), Aceng Hidayat (suling), Dede Carmo,
Rasma Sudrajat, dan Dadang.
Kesenian kecapi kawih saat ini juga dikembangkan melalui media radio,
yaitu melalui siaran Haleuang Pasundan di Radika 100,3 FM Majalengka
oleh Group Panghegar. Kelompok seni kawih lainnya antara lain Manik
mekar Saputra (Cigasong), tandang Midang (Munjul), dan Kania Setra
(Maja).
2. Kecapi Cemplungan
Waditra yang digunakan pada kecapi cemplungan bukan hanya kecapi dan
suling, akan tetapi ditambah dengan waditra lain lain sepeti gendang dan
gong. Penyajian musik pada jenis kesenian ini terasa lebih lengkap
karena beberapa waditra yang berneda dibunyikan dalam suatu sajian yang
harmonis. Lagu-lagu yang dibawakan adalah sekar tandak atau kawih. Pada
kecapi cemplungan ini, rebab lebih banyak difunsikan jika lagu-lagu
dibawakan dalam laras salendro. Untuk menambah daya tarik kepada
penonton, penyajian kecapi cemplungan kadang-kadang ditambah pula dengan
penari jaipongan, karena musik yang dibawakan melalui kecapi cemplungan
memungkinkan tampilnya penari jaipongan melalui lagu-lagu yang selaras.
Group-group kesenian yang siap menampilakan seni cemplungan antara
lain Manik Mekar Saputra, Sanggar Panghegar, Tandang Midang, dan Kania
Setra.
3. Kecapi Jejaka Sunda
Kecapi jejaka sunda merupakan jenis seni kecapian yang menyajikan
lagu-lagu yang jenaka atau luca dalam irama bebas. Jenis kecapian yang
digunakan adalah kecapi siter. Pelakunya tediri atas seorang pemain
kecapi yang berpera juga sebagai penyanyi ditambah dengan seorang atau
dua orang pemain yang semuanya memiliki kemampuan lagu-lagu jenaka.
Kecapi jenaka sunda di Majalengka dikembangkan pada waktu kelompok
kesenian PG Kadipaten (tahun 1970-an) masih aktif, dengan seorang
dalangnya yang kreatif yaitu Edi Jubaedi. Pemain lainnya yang terkenal
adalah Abah Duleh, Abah Bontot, Mang Uu Wahyu, dan Mang Pentil. Generasi
berikutnya adalah Karjo, Iwan Abok, Casma (Mang Cemeng), Ikin Sodikin
(Mang jangkung).
Pada saat sekarang, kecapi jenaka sunda meskipun jerang sekali
ditampilkan dapat dipesan melalaui group Mustika Budaya (Cigasong) dan
Tandansg Midang (Munjul).
4. Kecapi Pantun
Kecapi Pantun merupakan sajian kecapian sebagai mendia pengantar atau
pengiring ketika sang juru pantun membawa cerita. Pengertian pantun
secara harfiah menurut Saleh Danasasmita adalah “ cerita, balada,
dongeng atau sejarah masa silam, umumnya mengenai kerajaan Pajajaran
(dibawakan dengan nyanyian, diiringi tarawangsa atau kecapi). (Saleh,
1974). Sedangkan menurut para juru pantun merupakan wancahan atau
singkatan dari kata papan nu jadi panungtun. Artinya melalui cerita
pantun penonton atau pendengar mendapat tutunan hidup.
Kesenian pantun merupakan jenis kesenian yang didukung oleh
unsure-unsur seni sastra dan karawitan. Unsur sastra tampak pada cerita
pantun yang dibawakan. Cerita pantun yang semula hanya merupakan cerita
lisan. Sekarang sudah banyak yang ditulis berupa buku. Unsur seni
karawitan tampak pada iringan widatra kecapi yang dipetik selama
pertunjukan pantun dilaksanakan.
Karakteristik penyajian pantun secara tradisional adalah :
1. Pelaku kesenian ini hanya 1 orang.
2. sebelum pergelaran dilakukan upacara berupa penyiapan sesajen (sesaji) dan membaca mantra oleh juru pantun sambil membakar kemenyan.
3. kecapi yang digunakan adalah kecapi indung, atau kecapi biasa dengan jumlah kawat 18 buah.
4. hingga sekarang masih dianggap sebagai kesenian yang sakral.
Karakteristik pertama bahwa pelaku pantun hanya 1 orang, ini senada
dengan penuturan Ajip Rosidi (1983 32) bahwa di daerah Cirebon
peruntunjukan pantun hanya dilakukan oleh seorang juru pantun, tanpa
teman main lainnya. Namun kenyataan kemudian menunjukkan bahwa upaya
survive agar pantun tetap digemari maka pada kesenian ini ditambahkan
waditra lain, seperti piul (biola), seorang sinden, dan bahkan gamelan,
sehingga pertunjukan pantun tidak ubahnya pertunjukan wayang catur
(cerita wayang tanpa wayang) (Ajip Rosidi, 1983 33).
Sesuai dengan jiwa sakralitas yang diusungnya, kesenian pantun selain
dipertunjukkan untuk keperluan tontonan, digunakan juga untuk keperluan
ruwatan. Tatakrama ruwatan dan kelengkapan Iainnya tidak berbeda dengan
acara ruwatan yang dilaksanakan menggunakan kesenian wayang (golek
maupun kulit).
Pada umumnya, alur cerita dimulai dengan Rajah Pamuka, diteruskan
dengan mangkat carita, nataan karajaan dan para tokoh cerita,
selanjutnya bercerita. Pada akhir cerita ditutup dengan melantunkan lagu
Rajah Pamunah atau Rajah Penutup.
Cerita-cerita pantun yang terkenal antara lain Mundinglaya Di
Kusumah, Lutung Kasarung, Ciung Wanara, Nyi Sumur Bandung, Jaran Sari,
Raden Deudeug Pati Jaya Perang, Panggung Karaton, Demung Kalagan, Nyi
Pohaci Sanghiang Sri, dll.
Tokoh-tokoh atau jurupantun terkenal dari Majalengka adalah
1. Saein dari Kelurahan Tonjong;
2. Sidik dari Bantarjati;
3. Warwa dari Desa Jatitujuh;
4. Maun dari Pasir
5. Nadi dari Desa Kutamanggu;
6. Baedi dari Desa Kadipaten;
7. Kusma dari Desa Kadipaten;
8. Cecep dari Desa Waringin;
9. Rasim dari Desa Mandapa;
10. Iwan Ompong dari Desa Bojong Cideres.
Dari kesepuluh orang jurupantun di atas, yang masih hidup adalah
Cecep, Rasim, dan Iwan Ompong. Ketiganya sudah berusia cukup lanjut.
Karena itu perlu ada upaya regenerasi agar kesenian ini tidak mengalami
kepunahan.
5. Kecapi Kolaborasi
Kecapi kolaborasi dikembangkan oleh para seniman muda Majalengka
seperti Oyo Suharja dan kawan-kawan. Pada kesenian ini waditra yang
digunakan adalah, kecapi siter, gitar akustik, cuk, gitar bas, biota,
ruling, gendang, dan gong. Jumlah pernain musik yang, terlibat di
dalamnya mencapai
sepuluh orang, yang masing-masing memegang alat musik y.iii{j
berbeda. Lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu-lagu kowlli Sunda,
lagu-lagu pop Sunda, dan bahkan mampu mengiriiigi
lagu-lagu Indonesia Populer.
Di dalam penyajiannya, para pemusik tidak duduk bersila sebagaimana
kesenian Sunda lainnya. Kecapi yang digunakan disimpan di atas sebuah
standar sehingga pemain
kecapi dapat memainkannya sambil duduk di atas kursi. Demikian pula
dengan, pemain musik lainnya. Jumlah penyanyi atau juru sekar pada
kesenian ini dapat lebih dari satu orang.
Kecapi kolaborasi di Majalengka pertama kali diperkenalkan pada waktu
Gelar Seni Tradisi 1 tanggal 26 Desember 2004. Sanggar Panghegar
(Radika FM Majalengka) pimpinan Wasman Rukmana adalah satu-satunya
kelompok kesenian yang menyajikan jenis kesenian ini.
0 komentar:
Posting Komentar