Rabu, 10 April 2013

TATAG, TETEG, TANGGUH, TANGGON, TANGGAP, TUTUG.

Ini juga pitutur yang menggunakan “Purwakanthi”. Kalau di Indonesiakan malah susah dan kalau bisa maka “purwakanthi”nya hilang sekaligus menjadi panjang kata-katanya. Saya coba cocokkan dengan “Bausastra Jawa”, Poerwadarminta, 1939 dan memang maknanya “mathuk” (cocok) untuk digunakan para pelaksana tugas.
TATAG: Artinya tidak memiliki rasa “sumelang” atau was-was. Orang seperti ini akan selalu “siap” melaksanakan tugas. Walaupun uang jalannya kecil, sarana terbatas dan medan sulit, ia tidak gentar.
TETEG: Artinya kokoh, tidak tergoyahkan. Hujan badai tidak akan menggoyahkannya. Selama kakinya masih bisa berdiri tegak, ia akan tetap bertahan.
Tatag” dan “Teteg” mewakili keberanian dan semangat. Walau demikian keberanian dan semangat harus didukung kemampuan. Oleh sebab itu kita melangkah lebih lanjut:
TANGGUH: Sebilah keris pusaka dikatakan memiliki “tangguh”, artinya memiliki “karakter” sekaligus “kekuatan” sesuai dengan karakternya. Seorang yang tangguh tentusaja punya ilmu yang didukung karakter.
TANGGON: Artinya dapat diandalkan. “Tangguh” saja, kalau tidak dapat diandalkan tentunya percuma. Umumnya orang tangguh dapat diandalkan, dan kalau kita mengandalkan seseorang, pastilah orang tersebut “tatag, teteg dan tangguh”
TANGGAP: Orang yang tanggap artinya mampu mendengar, mengerti apa yang didengar dan melaksanakan apa yang seharusnya dia lakukan dengan benar. Jaman sekarang tugas pada umumnya jelas, tetapi jaman dulu banyak yang tidak jelas, sehingga kita kenal istilah “Tanggap ing sasmita”, paham dengan isyarat. Bisa saja seseorang dapat diandalkan atau “tanggon” tetapi kurang “tanggap” sehingga terlambat atau salah persepsi.
TUTUG: Artinya sampai pada tujuan, selesai dan tuntas. Kalau kita suka mengikuti pagelaran wayang sering kita dengar perintah raja: “Aja pati-pati bali yen durung ...... “ (Jangan sekali-kali pulang kalau belum ........ “).
 
Seorang ksatria yang “tatag” tidak akan banyak bicara lagi kecuali mengatakan: “Nuwun inggih ngestokaken dhawuh” (Siap, kerjakan). Berangkat tanpa menoleh ke kanan kiri lagi. Di perjalanan ternyata dihadang raksasa. Ia tetap “Teteg” tidak akan mundur. Dengan ke”tangguh”annya ia mengalahkan semua raksasa. Oleh sebab itu ia seorang ksatria yang “tanggon”, dapat diandalkan. Selanjutnya karena ia ksatria yang “tanggap” ia dapat melaksanakan tugas pokoknya dengan benar dan “tutug”.
Tatag, teteg, tangguh, tanggon dan tutug” adalah “panyandra” untuk seorang ksatria dalam kisah-kisah heroik, di dunia pewayangan, yang sebenarnya menyampaikan pesan kepada kita semua untuk meneladani. Kita masing-masing punya idola wayang tertentu. Banyak diantara kita yang memasang wayang tersebut di dinding rumah kita. Misalnya Gatotkaca, Bima, Harjuna dan lain-lain, tetapi karakternya ternyata tidak kita ikuti. Untuk apa? (IwMM)
 
Sumber : Iwan Muljono

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...