Big Brother: NSA, CIA, Project PRISM dan Illuminati Awasi Dunia Internet
Lebih dari setahun yang lalu, IndoCrop
Circles pernah menampilkan isyu mengenai kata Illuminati yang dibalik,
menjadi itanimulli. Dan bukti itu muncul ketika kita mencoba untuk
mengunjungi website itanimulli.com, yang ternyata di beli dan
di-redirect oleh NSA atau Badan Keamanan Nasional AS ke website resminya
yang jelas terpampang disana.
Banyak makhluk polos akhirnya
mengerutkan kening. Apa hubungannya antara illuminati dan NSA? Sangat
naif dan ironis jika tak mengetahuinya!
Maraknya pemberitaan mengenai salah satu program pemerintah Amerika Serikat melalui badan rahasianya National Security Agency (NSA) bernama PRISM memantik komentar dari seluruh dunia.
PRISM (Privacy in Mobile Information and Communication Systems)
adalah salah satu program yang beralasan untuk memerangi teroris
terutana di dunia internet yang dijalankan pemerintah Amerika Serikat
melalui NSA.
Dengan pemberlakuan program ini, maka NSA memiliki hak untuk mendapatkan dan mengetahui segala data pengguna yang dimiliki perusahaan-perusahaan besar dunia.
Melihat fenomena seperti ini sendiri
memang cukup miris. Saat konglomerasi besar seperti Facebook, Yahoo!,
hingga Google mau menuruti PRISM, justru organisasi nirlaba seperti
Mozilla yang berani terang-terangan menolaknya.
Maraknya pemberitaan mengenai NSA dengan
program PRISM-nya memunculkan reaksi keras baik dari publik maupun
perusahaan yang bergerak di bidang internet.
Menjadi satu hal yang dilematis memang,
karena saat ini internet seperti sudah menjadi salah satu hal pokok yang
dibutuhkan oleh banyak orang di dunia.
Apabila tidak mengakses internet, tidak
hanya dari segi bisnis, dari segi pribadi pun juga akan terhambat dalam
proses pencarian informasi. Karena, semua informasi di dunia nyata tidak
secepat di dunia maya.
Penduduk AS bagai ‘sandera’ di negeri sendiri
Meskipun menjunjung tinggi yang namanya
demokrasi dan kebebasan, nampaknya warga Amerika Serikat justru tak bisa
bebas di negerinya sendiri. Hal ini terlihat dari diberlakukannya
undang-undang NSA yang mampu melihat apapun isi dari aktivitas
elektronik warga sipil.
Seperti yang dilansir oleh Mashable (6/6/13), lewat program yang dinamakan PRISM ini, memang NSA berhak untuk meminta data apapun dari penyedia layanan elektronik termasuk seluler dan internet.
Oleh karenanya, mulai dari Facebook, Google, Microsoft, Yahoo, PalTalk, AOL, Skype, YouTube dan Apple pun harus menuruti hal ini tanpa terkecuali.
Menanggapi hal ini, perusahaan teknologi
raksasa tersebut pun terlihat seakan tak memiliki daya apapun untuk
menolaknya. Hal ini terlihat dari Google yang mau-mau saja memberikan
data apapun jika diminta oleh NSA.
“Google tak memiliki pintu belakang yang
memersilahkan pemerintah untuk mengakses data, namun Google mengakui
kalau mereka memberikan data apapun yang diminta pemerintah demi tujuan
hukum,” kata seorang juru bicara Google kepada sebuah harian.
Sebelumnya, NSA juga belakangan diketahui
mengumpulkan berbagai data percakapan ponsel penduduknya yang
menggunakan provider Verizon. Hal ini pun dilakukan dengan rahasia tanpa
adanya tujuan yang jelas
Apa yang dilakukan oleh pemerintah AS
kepada penduduknya ini pun seolah merupakan pelecehan terhadap asas
kebebasan yang selama ini dijunjung tinggi di negaranya. Di mana
penduduk dijamin agar bebas mengungkapkan pendapatnya, kini mereka malah
seperti dipenjara di negeri tersebut.
Yahoo dipaksa beberkan informasi penggunanya
Beredar informasi bahwa selama ini Yahoo
telah dipaksa membocorkan data pribadi penggunanya pada pemerintah AS.
Kabar ini tersiar setelah Edward Snowden membocorkan rahasia NSA (National Security Agency) terkait upaya NSA menggandeng beberapa raksasa internet untuk memata-matai publik.
Dalam dokumen pengadilan yang berhasil didapatkan New York Times tersebut dijelaskan bahwa Yahoo sempat berjuang keras di pengadilan, meskipun akhirnya pihak NSA dinyatakan menang.
Pengadilan memutuskan NSA (National Security Agency) berhak memaksa Yahoo menyerahkan data penggunanya demi kepentingan keamanan negara.
Pihak Yahoo sendiri menolak mengakui telah membocorkan data pribadi pengguna jasa mereka. “Yahoo! tidak pernah bergabung dalam program yang mengharuskan kami menyerahkan data pada pemerintah AS,” jelas Ron Bell, Yahoo General Counsel, dalam sebuah posting Tumblr Sabtu (15/06/13) kemarin.
Terbongkarnya kasus Yahoo vs NSA ini tak
lepas dari campur tangan Edward Snowden, administrator sistem NSA, yang
membawa informasi terkait proyek PRISM keluar dari kantor NSA dalam
sebuah flash disk.
Yahoo! kalah melawan NSA hanyalah akal bulus Amerika Serikat?
Kabar yang sedang santer beredar saat ini
adalah keterlibatan Yahoo! akan pembocoran data pribadi penggunanya.
Sejak serangan 11 September, ketakutan Amerika Serikat akan teroris
semakin meningkat.
Oleh karenanya, pada era kepemimpinan George W Bush, dia lebih meningkatkan lagi suatu operasi khusus atau Special Source Operation
atau yang dinamakan PRISM yang menggandeng 100 perusahaan terkemuka di
Amerika Serikat sejak tahun 1970an di bawah pengawasan langsung suatu
badan yang dinamakan NSA (National Security Agency).
Walaupun beberapa perusahaan menolak dan
ada yang secara langsung melakukan aksi ‘boikot kecil-kecilan’ akan
program PRISM ini, namun tidak sedikit yang secara tidak transparan
mengikutinya.
Bahkan ada yang mencoba menyeret kasus
‘setor data’ pengguna ini ke pengadilan. Salah satunya adalah Yahoo!.
Seperti yang dikabarkan Huffington Post (14/06/13), sayangnya, Yahoo! akhirnya harus kalah karena pengadilan lebih memenangkan pihak NSA dan PRISM-nya.
Sebelum berita mengenai keterlibatan
Yahoo! akan program PRISM mencuat, perusahaan di bawah kepemimpinan
Marissa Mayer ini berjuang mati-matian untuk menolak PRISM dan
menjelaskan kepada publik bahwa mereka tidak mendukung PRISM apa lagi
menyerahkan data penggunanya ke NSA.
Ron Bell, Yahoo! General Counsel, menuliskan dalam Tumblr pribadinya,“Yahoo! tidak ikut PRSIM atau program apapun yang bertujuan untuk membocorkan data pengguna ke pihak pemerintah (Amerika Serikat).”
Terbongkarnya kasus Yahoo vs NSA ini tak lepas dari campur tangan Edward Snowden, administrator sistem NSA, yang membawa informasi terkait proyek PRISM keluar dari kantor NSA dalam sebuah flash disk.
Bell juga mengatakan bahwa bocornya data
pengguna mereka akibat ada ‘pencurian’ dan keteledoran pihaknya dalam
proteksi data pengguna. Selain itu, sebelum kasus ini muncul, pihak
pemerintah Amerika Serikat juga terus menerus menekan Yahoo! agar mereka
menyerahkan data penggunanya ke NSA.
Seperti halnya Yahoo!, Google dan Facebook juga membantah keras akan keterlibatan mereka akan program PRISM. Sebelum ini, Google dan Facebook merupakan dua perusahaan raksasa yang banyak disorot dengan melonjaknya pemberitaan mengenai PRISM.
Namun, apa yang dilontarkan Google dan
Facebook akan ketidakterlibatan mereka akan program PRISM menuai
kritikan dari berbagai pihak. Bahkan yang menjadikan pernyataan mereka
ambigu adalah satu kalimat yang sama persis, “We had not heard of a
program called PRISM from yesterday,” seperti yang dituliskan Mark
Zuckerberg dalam account Facebook pribadinya dan dalam Google blog.
Walaupun Yahoo!, Google, Facebook atau lainnya bersikeras membantah dan mengatakan tidak ikut dalam program PRISM, yang menjadi pertanyaan adalah kenapa ada satu pengadilan yang dinamakan ‘Secret Court’ atau pengadilan rahasia?
Kenapa rahasia? Apakah hal tersebut
hanyalah akal-akalan pemerintah Amerika Serikat, NSA dan perusahaan
raksasa sebagai pengalihan isu saja?
Yahoo “Secret Court” turunkan kepercayaan portal asal AS
Sedangjan praktisi keamanan teknologi informasi menilai langkah penyadapan yang dilakukan National Security Agency (NSA) atas perintah secret court
merupakan pelanggaran yang serius dan berdampak pada menurunnya
kepercayaan pengguna Internet di dunia pada portal dan infrastruktur di
Amerika Serikat.
“Perlu ditekankan di sini bahwa pengguna
Yahoo datang dari seluruh dunia dan bukan dari Amerika Serikat saja.
Kalau ada negara lain yang bisa memberikan solusi dan aplikasi serupa
seperti portal asal AS itu, bakal jadi pukulan serius bagi negara Paman
Sam tersebut,” ujar Alfons Tanujaya, pakar keamanan Internet dari Vaksincom, Minggu (16/6/13).
Menurut dia, negara-negara yang selama ini jadi lawan AS akan berusaha menghindari atau memblok portal yang berdomisili di AS dan portal alternatif pesaing Google, Facebook, dan lainnya yang tidak memiliki data center di AS akan mendapatkan keuntungan dari hal ini.
Seperti diketahui, media Inggris Guardian mempublikasikan laporan mengejutkan pada 7 Juni 2013 terkait dengan aksi penyadapan oleh National Security Agency
(NSA) terhadap sejumlah raksasa Internet dunia, meliputi Microsoft,
Yahoo, Google, Facebook, PalTalk, YouTube, Skype, dan AOL merupakan
bagian dari PRISM (Privacy in Mobile Information and Communication Systems) yang memungkinkan pejabat NSA untuk mengakses isi email, transfer file, dan lainnya.
Hal tersebut, seperti dilansir Guardian, terungkap setelah NSA mengumpulkan data panggilan telepon pelanggan Verizon, salah satu operator telekomunikasi terbesar di AS, atas perintah pengadilan rahasia.
Kominfo nilai kebijakan AS soal penyadapan adalah melanggar HAM
Tentu saja, hal penyadapan seperti itu
menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika RI adalah hal yang salah.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Gatot S Dewa Broto
mengaku tidak mengetahui referensi hukum apa yang dipakai untuk
menerobos aturan tersebut. Bahkan Gatot menilai langkah National
Security Agency (NSA) yang menyadap 7 raksasa Internet di Amerika
Serikat adalah melanggar hak azazi manusia (HAM).
“Hanya saja, sejak peristiwa 9 September terhadap gedung WTC, pemerintah AS secara tidak tertulis diberi kewenangan extraordinary
oleh berbagai negara untuk melakukan tindakan tertentu termasuk
penyadapan khusus, namun menurut hemat kami, penyadapan itu tetap
keliru,” tuturnya, Minggu (16/6/13).
Inikah bukti Facebook dan Google ikut program PRISM?
PRISM, NSA dan program memerangi teroris yang digalakkan Amerika Serikat melalui internet kembali panas setelah Yahoo! kalah di Secret Court. Tidak hanya Yahoo!, Google dan Facebook juga disorot tentang keterlibatan mereka atas program PRISM.
Yahoo! dinyatakan kalah di pengadilan rahasia, ‘Secret Court,’ melawan NSA (National Security Agency)
dengan kasus pembocoran data pengguna ke pemerintah Amerika Serikat.
Sebelum pengadilan tersebut dilakukan, Facebook, Google, Microsoft dan
Apple juga termasuk dari banyak perusahaan lain yang ikut disorot
tentang hal yang sama.
Uniknya, Mark Zuckerberg di account
Facebook pribadinya dan juga pihak Google melalui blog mereka, di awal
bulan Juni lalu, menyatakan bahwa mereka justru tidak mengetahui apa itu
yang dinamakan PRISM.
Tidak hanya itu, keduanya (Facebook dan Google) juga menuliskan satu kalimat yang sama yaitu, “We had not heard of program called PRISM until yesterday.”
Menjadi suatu hal yang terdengar sedikit
lucu, mengutip dari penjelasan di Wikipedia, Facebook dan Google
bergabung dalam program PRISM sejak tahun 2009 lalu! Bagaimana bisa
mereka tidak mengetahui apa itu PRISM apabila sudah beberapa tahun lalu
ikut dalam program itu?
Sebuah dokumen rahasia yang pernah diungkapkan secara tidak sengaja oleh anggota Central Intelligence Agency (CIA) yang juga bekerja di NSA dan dipublikasikan oleh Washington Post dan The Guardian
pada tanggal 06 Juni 2013 lalu mencantumkan banyak nama perusahaan
besar yang ikut serta dalam program PRISM ini. Di antara nama-nama
tersebut juga mencatut Google serta Facebook di dalamnya.
Pernyataan yang sama antara Mark Zuckerberg mewakili Facebook dan Google di blog resminya terkait program PRISM
Tidak hanya di Indonesia saja, banyak
orang di seluruh dunia yang juga mengakses Facebook dan Google setiap
harinya. Dari banyaknya pengguna itu, secara tidak langsung, data-data
tersebut juga akan tersimpan dan terekam dalam server
perusahaan-perusahaan penyedia layanan data.
Dengan diserahkannya data pengguna itu, maka dapat dibilang tidak ada lagi apa yang dinamakan privasi.!
Bahkan menurut Kepala Pusat Informasi dan
Humas Kementerian Kominfo Gatot S Dewa Broto, program PRISM yang
melibatkan perusahaan-perusahaan besar dengan pengguna melebihi 1 miliar
orang itu telah melanggar HAM.
Jadi, keputusan tetap ada di tangan Anda,
tetap lanjut untuk mengakses internet atau account jejaring sosial atau
lainnya yang secara tidak langsung turut memperkaya proses pengumpulan
data oleh perusahaan-perusahaan penyedia layanan di internet atau bisa
juga berhenti sejenak.
Untuk sementara, Twitter masih aman dari jerat ‘tentakel’ PRISM
Sebelum dan sesudah kekalahan Yahoo! di
‘Secret Court’ melawan NSA terkait masalah PRISM, tidak sedikit
perusahaan raksasa dunia yang disorot dengan hal yang sama. Namun
kabarnya, justru Twitter lepas dari program tersebut.
Yahoo! dinyatakan kalah melawan NSA dan
program PRISM-nya di pengadilan (Secret Court). Sorotan tajam pun publik
langsung mengarah ke perusahaan dengan CEO bernama Marissa Mayer ini,
benarkah mereka melakukan konspirasi dengan akal-akalan kalah di
pengadilan?
Sebelum kasus Yahoo! naik di pengadilan,
sejumlah perusahaan besar khususnya Google, Microsoft, Facebook dan
Apple juga tengah disorot akan hal yang sama. Menjadi satu hal yang
masuk akal karena perusahaan-perusahaan tersebut miliki pengguna lebih
dari 1 miliar orang di seluruh dunia.
Uniknya, seperti dituliskan oleh Huffington Post
(14/06/13), ada kabar baru menyebutkan bahwa justru pihak National
Security Agency (NSA) milik Amerika serikat yang mendalangi program
PRISM (Privacy in Mobile Information and Communication Systems) tidak
tertarik untuk mengusik Twitter.
Dalam laporan tersebut, Twitter dipandang masih belum layak untuk diintervensi karena situs microblogging
ini memiliki jumlah pengguna yang lebih sedikit dibandingkan dengan
Facebook atau sekelas situs jejaring sosial bahkan perusahaan raksasa
lainnya.
Akan tetapi, walaupun kabar yang mencuat
boleh dibilang masih amatir karena belum ada bukti bahwa Twitter lepas
dari jeratan ‘tentakel’ PRISM, namun tidak menutup kemungkinan semua
perusahaan di dunia yang diakses dan menyimpan data pengguna akan segera
‘diobok-obok’ oleh NSA, termasuk juga Twitter, Pinterest, Tumblr,
Instagram atau lainnya.
Walaupun begitu, Twitter tetap berjuang
seperti yang dilakukan perusahaan-perusahaan besar lainnya untuk terus
melawan kediktatoran Amerika Serikat melalui NSA dengan program
PRISM-nya itu agar semua data penggunanya tetap aman. Akankah Twitter
dan jejaring sosial lainnya akan tetap aman di kemudian hari?
Tolak PRISM, Mozilla berani lawan pemerintah AS
PRISM yang dibangun NSA untuk menguntit
data pengguna memang membuat banyak perusahaan teknologi besar dunia
tunduk. Namun, bukan berarti tidak ada juga yang berani menolak dan
melawan.
Mozilla contohnya, bersama dengan puluhan organisasi dan perusahaan teknologi lainnya, mereka membuat komitmen untuk melawan PRISM. Hal ini pun dibuktikan dengan membuat sebuah laman khusus berisi petisi penghentian PRISM.
Dengan halaman website yang beralamat di optin.stopwatching.us,
semua organisasi ini mengajak partisipasi setiap orang untuk turut
mengisi petisi. Mereka meminta baik individu maupun organisasi agar ikut
menentang tindakan yang dilakukan oleh badan federal Amerika, NSA ini.
Hingga saat ini sendiri sudah terkumpul
250 ribu lebih dukungan terhadap petisi ini. Hal ini terhitung cepat
mengingat petisi ini baru dibuka tanggal 19 Juni kemarin waktu Amerika
Serikat.
Melihat fenomena seperti ini sendiri
memang cukup miris. Saat konglomerasi besar seperti Facebook, Yahoo!,
hingga Google mau menuruti PRISM, justru organisasi nirlaba seperti
Mozilla yang berani terang-terangan menolaknya.
Maraknya pemberitaan mengenai NSA dengan
program PRISM-nya memang memunculkan reaksi keras baik dari publik
maupun perusahaan yang bergerak di bidang internet. Menjadi satu hal
yang dilematis memang, karena saat ini internet seperti sudah menjadi
salah satu hal pokok yang dibutuhkan oleh banyak orang di dunia.
Apabila tidak mengakses internet, tidak
hanya dari segi bisnis, dari segi pribadi pun juga akan terhambat dalam
proses pencarian informasi. Karena, semua informasi di dunia nyata tidak
secepat di dunia maya.
Edward Snowden minta suaka ke 15 negara
Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri
Rusia mengatakan pembocor rahasia Badan Keamanan Amerika Serikat (NSA)
Edward Snowden kemarin telah bertemu dengan diplomat Rusia dan
menyerahkan surat pengajuan suaka kepada 15 negara.
“Kondisinya cukup berat bagi dia setelah Ekuador menolak permintaan suakanya,” kata pejabat itu, seperti dilansir surat kabar Los Angeles Times, Senin (1/7/13).
Pejabat yang tidak ingin diketahui namanya itu juga menuturkan:
“Snowden tetap berkukuh dia bukan seorang pengkhianat dan tindakannya itu hanya didasarkan pada keinginan agar warga Amerika dan Uni Eropa tahu pelanggaran yang dilakukan pemerintah Amerika.”
Namun pejabat itu tidak menyebutkan
negara mana saja yang dimintai suaka oleh Snowden. Pertemuan dengan
diplomat itu berlangsung di bandara Sheremetyevo, Ibu Kota Moskow.
Anggota Dewan Penasihat Presiden untuk
bidang Hak Asasi Kirill Kabanov meyakini Rusia adalah salah satu negara
di antara 15 negara itu.
“Dalam kondisi sekarang ini Rusia
memiliki dua alasan yang bisa diterima: Pertama, di Rusia dia bisa
meminta status pengungsi dan membeli tiket pesawat untuk pergi ke negara
lain. Kedua, Rusia bisa memberinya suaka politik,” kata Kabanov.
Putin: Rusia tidak akan serahkan Snowden kepada Amerika
Parlemen Rusia dikabarkan telah
mengundang mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional (NSA), Edward
Snowden, untuk membantu Moskow dalam menyelidiki apakah perusahaan
Internet Amerika Serikat memberikan informasi tentang warga Rusia ke
Washington.
“Kami mengundang Edward Snowden untuk
bekerja sama dengan kami dan berharap segera setelah dia membereskan
status hukumnya, dia bisa bekerja sama dengan kelompok kerja kami dan
memberikan kami bukti bahwa intelijen Amerika dapat mengakses ke
perusahaan-perusahaan penyedia layanan Internet,” kata Senator Rusia,
Ruslan Gattarov, seperti dilansir stasiun televisi Press TV, Jumat
(28/6/13).
Snowden (29 tahun) kini menjadi buronan Amerika atas tuduhan yang didasarkan pada pengungkapan dokumen rahasia dari data komputer NSA, yakni suatu langkah yang menyebabkan terungkapnya program pengawasan rahasia, yang diduga ditargetkan kepada jutaan orang.
Komentar Gattarov ini datang sehari
setelah Majelis Parlemen Rusia memutuskan untuk mendirikan sebuah
kelompok kerja khusus guna memulai penyelidikan atas klaim Snowden.
Gattarov akan memimpin kelompok itu.
Gattarov mengatakan kepada kantor berita
RIA Novosti bahwa kelompok itu terdiri dari pejabat legislator,
diplomat, jaksa, dan pejabat komunikasi. Hasil awal dari penyelidikan
diharapkan akan diumumkan pada Oktober mendatang.
Sementara itu, Kirill Kabanov, yang merupakan anggota Dewan Hak Asasi
Manusia di pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin, mengatakan dia
telah meminta rekan-rekannya untuk mempertimbangkan permintaan kepada
pemerintah Rusia agar memberikan suaka politik kepada Snowden. Ketua
Dewan Hak Asasi, Mikhail Fedotov, mengatakan permintaan itu akan
dipertimbangkan.
Snowden yang paspornya kini sudah dicabut
oleh Washington, telah meminta suaka ke Ekuador. Pada 24 Juni, menteri
luar negeri Ekuador mengatakan negaranya sedang mempertimbangkan
permintaannya itu.
Sedangkan Presiden Rusia Vladimir Putin
mengatakan dia tidak akan menyerahkan pembocor rahasia Badan Keamanan
Amerika Serikat (NSA) Edward Snowden kepada Amerika. Namun dia juga
menyatakan tidak akan memberi suaka kepada pria 30 tahun itu jika dia
terus membocorkan rahasia Amerika.
Stasiun televisi Foxnews
melaporkan, Senin (1/7/13), Putin menyampaikan pernyataannya itu untuk
menanggapi permintaan Presiden Barack Hussein Obama yang ingin
mengeksktradisi Snowden dari Rusia.
“Sudah ada pembicaraan tingkat tinggi
dengan Rusia untuk mengatasi masalah ini,” kata Obama ketika tengah
berkunjung ke Tanzania.
Snowden saat ini (02/17/2013) masih
berada di area transit bandara Sheremetyevo, Ibu Kota Moskow setelah
pergi dari Hong Kong dua bulan lalu.
Dalam jumpa pers kemarin Putin menuturkan
Snowden menilai dirinya sebagai pegiat hak asasi dan membandingkan
dirinya dengan peraih Nobel Perdamaian Andrei Sakharov.
Edward Snowden: Saya bebas mengungkap rahasia baru
Mantan anggota dinas rahasia luar negeri
Amerika Serikat (CIA) dan pembocor rahasia Badan Keamanan Amerika (NSA)
Edward Snowden berkukuh dia tetap bebas mengungkap rahasia tentang
aktivitas mata-mata pemerintah Amerika.
Dalam sepucuk surat kepada pemerintah
Ekuador, Snowden kemarin mengatakan Amerika secara ilegal menuntut
dirinya karena membocorkan rahasia itu, tapi dia tidak akan dibungkam.
“Saya masih tetap bebas menyebarkan
informasi bagi kepentingan publik,” kata dia dalam surat tak bertanggal
berbahasa Spanyol yang dikirimkan ke Presiden Ekuador Rafael Correa,
seperti dilansir stasiun televisi Aljazeera, Selasa (2/7).
“Tak peduli berapa hari lagi umur saya, saya tetap berjuang untuk keadilan di dunia yang tidak adil ini. Jika di kemudian hari orang-orang merasakan kebaikan itu, maka dunia harus berterima kasih kepada Ekuador.”
Presiden Rusia Vladimir Putin kemarin
mengatakan dia tidak akan menyerahkan Snowden kepada Amerika dan juga
tidak akan memberi suaka kepada pria 30 tahun itu jika dia tetap
membocorkan rahasia Amerika. Snowden kini (02/07/2013) masih berada di
area transit bandara Sheremetyevo, Ibu Kota Moskow.
Dituduh Bawa Edward Snowden, Presiden Bolivia Terkatung-katung di Austria
Presiden Bolivia Evo Morales masih berada
di Austria lebih dari 12 jam setelah pesawatnya dialihkan karena adanya
kecurigaan membawa Edward Snowden dalam pesawat tersebut pada tanggal 3
Juli 2013 lalu.
Morales sedang dalam perjalanan menuju
tanah airnya, seusai menghadiri pertemuan puncak di Moskow, dimana
Snowden telah terkatung-katung di bagian transit internasional di
bandara Sheremetyevo, sejak melarikan-diri dari Hong Kong lebih seminggu
lalu. Morales sebelumnya mengatakan ia bersedia mempertimbangkan
pemberian suaka kepada Snowden apabila yang bersangkutan mengajukan
permohonan tersebut.
Para pejabat mengatakan buronan mantan
pegawai badan intelijen Amerika, Edward Snowden tidak berada dalam
pesawat yang mendarat di Austria setelah melalui Perancis dan Portugal.
Negara-negara tersebut tampaknya tidak mengizinkan Snowden melintasi
wilayah angkasa mereka.
Menteri Luar Negeri Bolivia David
Choquehuanca menyebut kecurigaan bahwa Snowden berada dalam pesawat itu
“bohong besar” dan mengatakan memaksa pesawat tersebut mendarat di
Austria membuat nyawa pemimpin Bolivia itu dalam bahaya. Presiden
Argentina Cristina Kirchner telah mengirim pesan tweeter bahwa dia telah
berkomunikasi dengan Morales ketika ia terhambat di Austria.
Prospek suaka bagi Snowden semakin
menyempit, karena dari lebih 19 negara beberapa diantaranya telah
memberikan jawaban bahwa sebelum Snowden berada di wilayah mereka, ia
tidak dapat memohon suaka. Apabila tidak, permohonannya akan langsung
ditolak.
Hari Selasa, seorang pejabat Rusia
mengatakan Snowden telah membatalkan permohonan suaka di Rusia setelah
Presiden Vladimir Putin mengatakan ia dapat tinggal di negara itu hanya
apabila ia menghentikan pembocoran informasi rahasia intelijen Amerika
Serikat.
Pemerintah Bolivia Geram Pesawat Presiden Digeledah Austria
Apa yang dilakukan Austria sudah
membahayakan Presiden Morales. Itulah mengapa pemerintah Bolivia mengaku
geram setelah mengetahui pesawat jet yang ditumpangi Presiden Evo
Morales dipaksa mendarat di Bandara Internasional Wina, karena dituduh
membawa buronan Amerika Serikat, Edward J. Snowden. Peristiwa itu
terjadi pada Rabu pagi, 3 Juli 2013, usai Morales lepas landas dari
Moskow. Di Moskow dia menghadiri sebuah konferensi energi.
Kantor berita Reuters melansir, Morales
kemudian terpaksa harus menunggu di ruang tunggu bandara, hingga
pemerintah Austria memberikan izin bagi dia untuk terbang. Beberapa
pejabat berwenang Austria kemudian terlihat menggeledah pesawat
kepresidenan yang ditumpangi Morales untuk mencari Snowden.
Hasil inspeksi mendadak itu tidak
menemukan mantan kontraktor NSA tersebut ada di dalam pesawat. Peristiwa
aksi penggeledahan ini membuat Bolivia kesal. Mereka langsung menuduh
pemerintah AS berada di balik aksi tersebut. Hal itu diungkap oleh Duta
Besar Bolivia untuk PBB, Sacha Llorenti Soliz kepada media di Jenewa.
“Kami yakin bahwa itu merupakan perintah
dari Gedung Putih. Tanpa alasan yang jelas sebuah pesawat diplomat
dengan membawa Presiden di dalamnya tiba-tiba dapat diminta mengalihkan
rute ke negara lain dan dipaksa mendarat di sana,” ujar Llorenti.
Pemerintah Bolivia menduga perintah
penggeledahan itu dilakukan karena saat berada di Moskow, Morales
mengatakan kepada stasiun televisi Rusia, Russia Today, bahwa Bolivia
akan mempertimbangkan suaka politik yang diajukan Snowden.
Namun pihak Austria mengatakan kendati
Morales merasa kesal, dia secara sukarela pesawatnya digeledah oleh
pejabat berwenang Austria. Setelah melakukan penggeledahan secara
seksama, mereka tidak menemukan orang yang dicari. Pesawat kepresidenan
Bolivia akhirnya kembali diizinkan terbang pada Rabu siang.
“Rekan kami dari bandara telah memeriksa
dan memberikan kepastian bahwa semua orang yang berada di pesawat
merupakan warga Bolivia,” ujar salah satu pejabat berwenang Austria,
Michael Spindelegger.
Sementara pemerintah Prancis, Italia, Portugis dan Spanyol yang disebut oleh Menteri Luar Negeri Bolivia, David Choquehuanca, telah melakukan pelanggaran hukum internasional kompak menepis anggapan tersebut. Pemerintah sejumlah negara itu membantah menghalangi pesawat Morales melintasi wilayah udara negara mereka.
Menlu Prancis, Philippe Lalliot,
mengatakan pesawat Morales memiliki izin terbang melintas wilayah udara
Prancis. Namun mereka enggan berkomentar mengapa pemerintah Bolivia
mengatakan hal sebaliknya.
Pemerintah Spanyol dalam keterangan
tertulis mengatakan sejak Selasa 2 Juli 2013, negaranya telah
mengizinkan pesawat Morales melintasi wilayah mereka dan berhenti di
Pulau Canary untuk mengisi bahan bakar. Mereka bahkan kembali memberikan
izin saat pemerintah Bolivia menginformasikan akan melintasi wilayah
udara Spanyol.
Sementara pemerintah Austria beralasan pesawat Morales dipaksa mendarat karena tidak ada indikasi yang jelas apakah pesawat tersebut memiliki bahan bakar yang cukup untuk meneruskan perjalanannya.
Padahal Dubes Llorenti mengatakan kepada
media bahwa pemerintah Spanyol mengizinkan pesawat kepresidenan untuk
mendarat di Pulau Canary dan mengisi bahan bakar, asal Morales bersedia
pesawatnya digeledah. Menurut Llorenti, apa yang telah dilakukan oleh
pemerintah negara itu sudah membahayakan keselamatan pemimpin tertinggi
Bolivia.
Presiden Venezuela: Snowden Harus Dilindungi Dunia
Menurut Presiden Venezuela, Nicolas
Maduro, menyatakan Edward Snowden pantas mendapat perlindungan dunia
setelah membongkar detail program mata-mata Amerika Serikat. Snowden
yang dicari-cari Amerika Serikat kini sedang berusaha mencari suaka
politik dari 19 negara.
Kini Snowden dalam status limbo di
kawasan transit di Bandara Moskow, Rusia. Setelah sembilan hari di
bandara itu, Snowden menyatakan dia bebas untuk membongkar program
mata-mata AS.
“Dia pantas mendapat perlindungan dunia,” kata Presiden Maduro di sela-sela kunjungan di Moskow.
“Dia tidak meminta kami untuk suaka, namun jika dia meminta, kami akan memberikan jawaban,” kata Maduro.
Menurut Maduro, perlindungan pada Snowden
penting untuk kemanusiaan. Maduro akan mempertimbangkan negerinya
memberikan suaka pada pria berusia 30 tahun itu.
Sementara beberapa negara sudah
menyatakan menolak permohonan suaka Snowden seperti Spanyol dan Rusia.
Kemudian beberapa negara menyatakan, suaka baru bisa diproses jika
Snowden berada di negara mereka.
Tifatul: Jika Snowden Benar, AS Langgar Hukum Indonesia
Menteri Komunikasi dan Informatika
Tifatul Sembiring menyatakan jika benar pemerintah Amerika Serikat
melakukan penyadapan atas internet dunia termasuk dari pengguna
Indonesia, itu jelas melanggar hukum Indonesia. Tifatul menyatakan,
pemerintah AS harus mengklarifikasi tuduhan yang dilancarkan Edward
Snowden, bekas pekerja di kontraktor National Security Agency (NSA)
Amerika Serikat, itu. Tifatul meminta AS menjelaskan soal tuduhan
Snowden ini.
“Kalau ada dua orang berbicara melalui
jaringan internet, lalu disadap orang lain, itu melanggar hak asasi
manusia,” kata Tifatul Sembiring kepada VIVAnews, Kamis 4 Juli 2013.
Tindakan itu, kata Tifatul, bisa dikenakan Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Sebelumnya, bekas pekerja di kontraktor
National Security Agency (NSA) Amerika Serikat, Edward Snowden,
mengungkap dokumen penyadapan koneksi internet oleh lembaga itu. NSA,
dalam program bertajuk Prism, bekerja sama dengan sembilan perusahaan
teknologi informasi terkemuka Amerika antara lain Google, Facebook dan
Yahoo!, mengakses informasi pengguna termasuk e-mail, percakapan, video
dan foto pengguna. Separuh dari data yang dipantau berasal dari luar
Amerika Serikat seperti Asia dan Eropa.
Perusahaan-perusahaan itu ramai-ramai
kemudian membantah telah memberikan akses ke server mereka. Mereka hanya
mengakui memberikan data sesuai permintaan penegak hukum, bukan
memberikan akses “pintu belakang” ke server mereka.
Tifatul menyatakan, jika benar fakta
diungkap Snowden itu, AS jelas telah berstandar ganda. AS kerap
memprotes tindakan China yang membatasi akses internet atau memata-matai
rakyatnya, sementara AS ternyata telah melakukan tindakan yang sama.
“Di satu sisi dia memprotes, di satu sisi lagi, dia sendiri melakukan,”
kata mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera itu.
Namun, Tifatul menyatakan pemerintah
Indonesia masih menunggu lebih jauh perkembangan kasus Snowden yang kini
terjebak di Bandara Moskow tanpa kewarganegaraan karena paspornya
dicabut AS itu. Tifatul hanya meminta AS menjelaskan soal tuduhan
Snowden ini. Tifatul juga meminta pihak seperti Google memberikan
klarifikasi.
“Peristiwa ini mengingatkan saya pada
kasus Wikileaks,” kata Tifatul. Saat Wikileaks mengumbar kabel
diplomatik AS, terumbar ribuan informasi atau pembicaraan berkaitan
dengan Indonesia. “Pemerintah kirim surat protes keras saat itu,” kata
Tifatul. “Kita menilai ada kelalaian pihak Amerika, bahwa apa yang kita
bicarakan, diterima agen kedutaan, lalu ternyata terumbar ke publik.”
Snowden saat ini berusaha mencari suaka
politik karena pemerintah Amerika memburunya untuk diadili karena salah
satunya membocorkan rahasia negara. Snowden terjebak di Bandara Moskow,
sementara pemerintah Rusia menolak memberinya suaka. (sj)a
(sumber: Mashable/New York
Times/Tumblr/Daily Mail/Huffington Post/Vaksincom/Merdekacom/ Washington
Post/ Guardian/ Foxnews/ voaindonesia.com/ berbagai sumber lainnya)
Edward Snowden: AS Mata-matai Dunia Termasuk Pemerintah Negara² Sekutunya
Total Surveillance : N.S.A. data mining all computers, phone calls, internet, emails (Jun 07, 2013)
Sumber : indocropcircles
*****
0 komentar:
Posting Komentar